Biro Perjalanan Umroh- Hijir Ismail adalah sebidang tanah berbentuk setengah lingkaran yang terletak di sebelah utara Ka’bah. Bagian dari dalam Hijir Ismail berbatasan langsung dengan dinding Ka’bah antara Rukun Syami (Syam) dan Rukun Iraqi. Hijir Ismail sering dijadikan sebagi tempat shalat dan memunajatkan do’a kepada Allah SWT karena diyakini sebagai salah satu tempat yang mustajab.
Hijir Ismail dulunya masuk ke dalam bangunan Ka’bah, keluarnya Hijir Ismail dari bangunan Ka’bah terjadi ketika diadakan pemugaran Ka’bah pada tahun ke lima sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat Rosul. Ketika itu, kaum Quraisy kekurangan dana untuk memugar Ka’bah. Karena itu, diputuskan untuk mengurangi bagian sisi utara dari Ka’bah yang kemudian dikenal dengan nama Hijir Ismail.
Abbas Kararah menyebutkan asal-usul nama Hijir Ismail karena tanah itu sengaja disediakan oleh Nabi Ibrahim AS untuk putranya, Ismail AS . Di tanah itu ditanam pohon arak yang dahannya dapat digunakan untuk bersiwak (mengosok gigi). Pohon itu juga, berfungsi sebagai tempat berlindung bagi Nabi Ismail dan domba yang digembalakannya. Diriwayatkan pula bahwa di tanah itu dibangun fondasi rumah keluarga Nabi Ibrahim dan pekuburan keluarga mereka. Nabi Ibrahim dimakamkan di tanah tersebut, di samping makam ibunya, Siti Hajar.
American traveler, American traveler luggage, American traveler reviews, American traveler jobs, American traveler motor club, American traveler login, American traveler suitcase, American traveler boca raton fl, American traveler boca raton, American traveler press, American travelers to europe, American travelers life insurance company, American traveler allied, American traveler login, American traveler housing, American traveler inc, American tourister indonesia
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Masjid Kiblatain, Bentuk Ketaatan Kepada Allah SWT
Hijau dan rimbunnya pohon menyambut
kedatangan para peziarah lintas dunia ketika berada di sekitar Masjid Qiblatain
Madinah Arab Saudi. Pada pagi hari yang cukup cerah, para jemaah haji dari lintas
dunia termasuk Indonesia telah memadati Masjid qiblatain. Masjid ini terletak
di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan
Wadi Aqiq atau diatas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah Arab
Saudi.
Masjid Qiblatain yang artinya masjid dua kiblat, adalah salah satu masjid terkenal di Madinah yang selalu ramai dikunjungi. Masjid yang mula-mula dikenal dengan masjid salamah karena berada diatas bekas rumah bani salamah, saat ini memiliki struktur bangunan yang megah. Dimulai dari luas dan besarnya bangunan hingga menara masjid yang berdiri kokoh.
Sedangkan didalamnya, udara dingin dengan siraman AC para pengunjung, lantai terasa lembut karena dilapisi karpet yang berkualitas berwarna merah. Masjid ini juga dihiasi sinar terang dari hiasan lampu yang berukuran besar, serta seni kaligrafi yang menghiasi dinding, Mihrob serta Mimbar Khotib.
Selain itu, sebagai bagian dari sejarah perubahan arah kiblat di masjid, persis dibelakang atau berlawanan arah mihrob dibagian atas terdapat arah kiblat pertama. Arah kiblat itu, dilambangkan dengan bentuk ukiran sajadah ukuran 1X2 meter yang berada dibawah kubah masjid didekat pintu masuk utama.
Pada permulaan Islam, orang melakukan salat dengan kiblat ke arah Baitul Maqdis (nama lain Masjidil Aqsha) di Yerusalem/Palestina. Baru belakangan turun wahyu kepada Rasulullah SAW untuk memindahkan kiblat ke arah Masjidil Haram di Mekkah.
Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab waktu dhuhur di Masjid Bani Salamah ini. Ketika itu Rasulullah SAW tengah salat zuhur dengan menghadap ke arah Masjidil Aqsha. Di tengah salat, tiba-tiba turunlah wahyu surat Al Baqarah ayat 144[1], yang artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Setelah turunnya ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad menghentikan sementara salatnya, kemudian meneruskannya dengan memindahkan arah kiblat menghadap ke Masjidil Haram. Merujuk pada peristiwa tersebut, lalu masjid ini dinamakan Masjid Qiblatain, yang artinya masjid berkiblat dua.
Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad juga telah memerintahkan Usman Bin Affan untuk membeli sebuah sumur milik orang yahudi. Keberadaan sumur sangat penting bagi sebuah masjid sebagai air minum dan segala aktifitas ibadah. Setelah dibeli, sumur itu, kemudian di wakafkan dan digunakan hingga kini sebagai sumber pengairan pohon-pohon hijau dan rimbun.
Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pada 1987 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Fahd melakukan perluasan, renovasi dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut. Sebelumnya Sultan Sulaiman telah memugarnya di tahun 893 H atau 1543 M. Masjid Qiblatain merupakan salah satu tempat ziarah yang biasa dikunjungi jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia.
Di Masjid Qiblatain, juga menyediakan berbagai oleh-oleh yang bisa dibeli oleh para pengunjung. Mulai dari cincin hingga siwak dan cicin yang terbuat dari perak dengan harga yang terjangkau. Moga dengan mengetahui dan mengunjungi Masjid Qiblatain, kita dapat berbenah diri untuk selalu taat kepada perintah Allah dan mengikuti Sunah Rosul. Ketaatan kita adalah tidak lain untuk meraih Ridho dan surga yang dijanjikan-Nya.
Sumber: Sinhat-Haji Kemenag-(MCH/akmal)
Sekilas Sejarah Penanggalan Hijriyah
Sejarah penanggalan Kalender Islam yang populer dikenal dengan Kalender
Hijriyah dikenal tak lepas dari peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari
Makkah ke Madinah. Saat itu, penindasan yang dialami umat Islam oleh kaum kafir Makkah sudah menjadi-jadi.
Penindasan itu mencapai puncaknya pada September tahun 622M. Saat itu, kaum kafir yang dikepalai Abu Jahl berencana ingin membunuh Nabi Muhammad SAW.
Dengan mukjizatnya, Rasulullah SAW selamat dari rencana pembunuhan kafir Quraisy yang telah mengepung rumah Beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW beserta sahabatnya, Abu Bakar RA berhijrah pergi meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib (madinah) yang terletak 320 kilometer (200 mil) di utara Makkah.
Khawatir dengan pengejaran Kafir Makkah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA singgah di sebuah gua bernama Gua Tsur untuk bersembunyi dan beristirahat. Putra Abu bakar, Abdullah mengamati perkembangan di Kota Makkah kemudian datang ke Gua Tsur untuk melapor kepada ayahnya sekaligus membawakan makanan.
Di Makkah sendiri situasi semakin memanas. Kaum kafir Quraisy menggelar sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Nabi Muhammad SAW hidup-hidup atau mati, akan diberikan hadiah seratus ekor unta.
Salah seorang yang berambisi untuk mendapatkan hadiah sayembara tersebut adalah Suraqah bin Malik. Obsesinya untuk mendapatkan hadiah membuatnya mendapatkan informasi tentang keberadaan Rasulullah SAW. Ia segera memacu kudanya untuk menangkap Rasulullah.
Namun naas, ketika kudanya mulai mendekati posisi Rasulullah SAW, kakinya terjungkal ke dalam pasir gurun sehingga ia pun terpelanting ke tanah. Hal itu terjadi berulang-ulang hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mungkin dapat menangkap Rasulullah SAW karena beliau mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Ia pun akhirnya kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah sampai di Yatsrib, Rasulullah SAW dan Abu bakar disambut hangat oleh penduduk Yastrib dengan meriahnya. Hingga beberapa penyair melantunkan nasyid (laguan selamat datang) yang kemudian dikenal dengan ‘Thala’al Badru ‘alaina’.
Secara berangsur-angsur, kaum muslimin di Makkah juga berhijrah ke Yastrib mengikuti Rasulullah SAW untuk menyelamatkan iman mereka. Mereka yang berhijrah disebut muhajirun dan mereka yang menyambut kedatangan mereka di Yastrib disebut Anshar. Yastrib.
Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi). Seiring berjalannya waktu, sebutan ‘Madinatun Nabi’ berganti menjadi Madinah, yang berarti ‘kota’.
Untuk mengenang peristiwa besar tersebut, Umar bin Khattab mencetuskan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai awal tanggal dimulainya penanggalan Islam yang kemudian dikenal dengan kalender Hijriah. Hal itu dicetuskan Umar pada tahun 638, atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah berlangsung.
Sumber: Republika Online-Dewi Mardiani-Hannan Putra
Penindasan itu mencapai puncaknya pada September tahun 622M. Saat itu, kaum kafir yang dikepalai Abu Jahl berencana ingin membunuh Nabi Muhammad SAW.
Dengan mukjizatnya, Rasulullah SAW selamat dari rencana pembunuhan kafir Quraisy yang telah mengepung rumah Beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW beserta sahabatnya, Abu Bakar RA berhijrah pergi meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib (madinah) yang terletak 320 kilometer (200 mil) di utara Makkah.
Khawatir dengan pengejaran Kafir Makkah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA singgah di sebuah gua bernama Gua Tsur untuk bersembunyi dan beristirahat. Putra Abu bakar, Abdullah mengamati perkembangan di Kota Makkah kemudian datang ke Gua Tsur untuk melapor kepada ayahnya sekaligus membawakan makanan.
Di Makkah sendiri situasi semakin memanas. Kaum kafir Quraisy menggelar sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Nabi Muhammad SAW hidup-hidup atau mati, akan diberikan hadiah seratus ekor unta.
Salah seorang yang berambisi untuk mendapatkan hadiah sayembara tersebut adalah Suraqah bin Malik. Obsesinya untuk mendapatkan hadiah membuatnya mendapatkan informasi tentang keberadaan Rasulullah SAW. Ia segera memacu kudanya untuk menangkap Rasulullah.
Namun naas, ketika kudanya mulai mendekati posisi Rasulullah SAW, kakinya terjungkal ke dalam pasir gurun sehingga ia pun terpelanting ke tanah. Hal itu terjadi berulang-ulang hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mungkin dapat menangkap Rasulullah SAW karena beliau mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Ia pun akhirnya kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah sampai di Yatsrib, Rasulullah SAW dan Abu bakar disambut hangat oleh penduduk Yastrib dengan meriahnya. Hingga beberapa penyair melantunkan nasyid (laguan selamat datang) yang kemudian dikenal dengan ‘Thala’al Badru ‘alaina’.
Secara berangsur-angsur, kaum muslimin di Makkah juga berhijrah ke Yastrib mengikuti Rasulullah SAW untuk menyelamatkan iman mereka. Mereka yang berhijrah disebut muhajirun dan mereka yang menyambut kedatangan mereka di Yastrib disebut Anshar. Yastrib.
Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi). Seiring berjalannya waktu, sebutan ‘Madinatun Nabi’ berganti menjadi Madinah, yang berarti ‘kota’.
Untuk mengenang peristiwa besar tersebut, Umar bin Khattab mencetuskan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai awal tanggal dimulainya penanggalan Islam yang kemudian dikenal dengan kalender Hijriah. Hal itu dicetuskan Umar pada tahun 638, atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah berlangsung.
Sumber: Republika Online-Dewi Mardiani-Hannan Putra
Menunggu Kaum Anshar
Dalam sejarah Islam, istilah Anshar tidak bisa dipisahkan dari
Muhajirin. Anshar (orang-orang yang menolong) adalah sebutan untuk
masyarakat Madinah yang menerima dengan tangan terbuka kedatangan Nabi
Muhammad dan para
sahabatnya. Sedangkan
Muhajirin (orang-orang yang hijrah) adalah sebutan untuk penduduk Mekah
yang eksodus ke Madinah. Mereka terpaksa mengungsi, dengan perbekalan
seadanya, karena selalu dikejar-kejar oleh kaum kafir Mekah.
Banyak sekali kejadian menakjubkan di antara kedua golongan ini. Kaum Anshar membantu secara total kaum Muhajirin yang papa itu. Sebagai ilustrasi, dalam sebuah hadis diceritakan bahwa ada seorang Anshar yang rela memberikan, bukan meminjamkan, separo hartanya kepada seorang Muhajirin. Bahkan, saking tingginya rasa persaudaraan mereka, kaum Anshar berusaha memenuhi segala kebutuhan para pengungsi, termasuk kebutuhan batin. Bahkan, ada di antara orang Anshar yang mempersilakan Muhajirin memilih salah seorang isterinya untuk dinikahi setelah dia menceraikan istrinya itu.
Dengan sangat indah Allah mendeskripsikan peristiwa langka di sepanjang sejarah manusia itu dalam Alquran: Dan penduduk Madinah yang telah beriman sebelum kedatangan Rasul (kaum Anshar) sangat mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (kaum Muhajirin). Mereka tidak pernah berkeinginan untuk mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada Muhajirin. Bahkan, kaum Anshar lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin dibanding diri mereka sendiri, sekalipun mereka sedang dalam kesulitan. Dan orang-orang yang memelihara dirinya dari sifat kikir, itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 59: 9).
Kaum Anshar, mestinya tidak hanya tinggal kenangan manis bagi sejarah Islam yang statis. Anshar harus selalu ada dan diciptakan dalam setiap episode sejarah umat Islam. Mereka merupakan simbol masyarakat berbudaya yang memiliki keimanan dan rasa kemanusiaan sangat tinggi. Mereka tidak minta garansi apapun ketika mengulurkan tangan menolong para pengungsi yang eksodus ke daerahnya. Banyak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah bertemu, apalagi berkenalan. Namun, semua itu tidak menghalangi orang-orang Anshar untuk menyelamatkan kehidupan para Muhajirin.
Saat ini, sebagian besar rakyat Indonesia sangat menantikan datangnya kaum Anshar, terutama saudara kita yang sedang mengalami kesulitan hidup -- dari mereka yang ter-PHK, tidak mempunyai pekerjaan hingga para pengungsi di berbagai daerah. Mereka menawarkan surga kepada semua kita.
Ini merupakan saat yang tepat untuk membuktikan kepada Allah bahwa kita memang merupakan hamba pilihan-Nya. Jangan terlalu lama berpikir dan menunggu, sebelum terlambat. Tangan yang diulurkan belakangan seringkali tidak dibutuhkan lagi. Tidak ada artinya mengulurkan tangan jika orang yang akan ditolong telah berada di atas, atau sudah terkapar di dasar jurang. Kita sedang berlomba dengan malaikat maut yang sudah sejak lama bersiap merenggut nyawa saudara dan bangsa kita. Kita semua harus datang sebagai Anshar bagi mereka, jika tidak ingin diteriaki oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai orang yang mendustakan agama. Wallahu a'lam bis-shawab.
Sumber: Republika Online-M Irwan Ariefyanto
Banyak sekali kejadian menakjubkan di antara kedua golongan ini. Kaum Anshar membantu secara total kaum Muhajirin yang papa itu. Sebagai ilustrasi, dalam sebuah hadis diceritakan bahwa ada seorang Anshar yang rela memberikan, bukan meminjamkan, separo hartanya kepada seorang Muhajirin. Bahkan, saking tingginya rasa persaudaraan mereka, kaum Anshar berusaha memenuhi segala kebutuhan para pengungsi, termasuk kebutuhan batin. Bahkan, ada di antara orang Anshar yang mempersilakan Muhajirin memilih salah seorang isterinya untuk dinikahi setelah dia menceraikan istrinya itu.
Dengan sangat indah Allah mendeskripsikan peristiwa langka di sepanjang sejarah manusia itu dalam Alquran: Dan penduduk Madinah yang telah beriman sebelum kedatangan Rasul (kaum Anshar) sangat mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (kaum Muhajirin). Mereka tidak pernah berkeinginan untuk mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada Muhajirin. Bahkan, kaum Anshar lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin dibanding diri mereka sendiri, sekalipun mereka sedang dalam kesulitan. Dan orang-orang yang memelihara dirinya dari sifat kikir, itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 59: 9).
Kaum Anshar, mestinya tidak hanya tinggal kenangan manis bagi sejarah Islam yang statis. Anshar harus selalu ada dan diciptakan dalam setiap episode sejarah umat Islam. Mereka merupakan simbol masyarakat berbudaya yang memiliki keimanan dan rasa kemanusiaan sangat tinggi. Mereka tidak minta garansi apapun ketika mengulurkan tangan menolong para pengungsi yang eksodus ke daerahnya. Banyak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah bertemu, apalagi berkenalan. Namun, semua itu tidak menghalangi orang-orang Anshar untuk menyelamatkan kehidupan para Muhajirin.
Saat ini, sebagian besar rakyat Indonesia sangat menantikan datangnya kaum Anshar, terutama saudara kita yang sedang mengalami kesulitan hidup -- dari mereka yang ter-PHK, tidak mempunyai pekerjaan hingga para pengungsi di berbagai daerah. Mereka menawarkan surga kepada semua kita.
Ini merupakan saat yang tepat untuk membuktikan kepada Allah bahwa kita memang merupakan hamba pilihan-Nya. Jangan terlalu lama berpikir dan menunggu, sebelum terlambat. Tangan yang diulurkan belakangan seringkali tidak dibutuhkan lagi. Tidak ada artinya mengulurkan tangan jika orang yang akan ditolong telah berada di atas, atau sudah terkapar di dasar jurang. Kita sedang berlomba dengan malaikat maut yang sudah sejak lama bersiap merenggut nyawa saudara dan bangsa kita. Kita semua harus datang sebagai Anshar bagi mereka, jika tidak ingin diteriaki oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai orang yang mendustakan agama. Wallahu a'lam bis-shawab.
Sumber: Republika Online-M Irwan Ariefyanto
Tags:
artikel haji umroh,
Hijrah,
Kaum Anshar,
Kisah Menarik,
Sejarah
Haji Dalam Kilasan Sejarah
Setiap tahun puluhan juta umatIslam mendambakan dirinya pergi ke Tanah Suci (Makkah) untuk menunaikan ibadah
haji. Bahkan, saat ini sekitar empat hingga lima juta umat Islam dari berbagai
negara di dunia sedang bersiap diri melaksanakan ibadah haji.
Pelaksanaan ibadah haji telah
diperintahkan oleh Allah SWT sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.
Dan, ibadah haji merupakan sebuah perjalanan ritual dalam menghayati hakikat
hidup dan keimanan kepada Allah SWT. Demikian dikemukakan intelektual Muslim
asal Iran, Ali Syariati, dalam bukunya, Al-Hajj.
Menurut Ali Syariati, ibadah
haji adalah sebuah demonstrasi simbolis dari falsafah penciptaan Adam. Gambaran
selanjutnya adalah sebuah pertunjukan akbar tentang hakikat penciptaan,
sejarah, keesaan, ideologi islam, dan ummah.
“Allah adalah sutradaranya.
Sedangkan, skenario atau temanya adalah tentang perbuatan orang-orang yang
terlibat dan para tokoh utamanya adalah Adam, Ibrahim, Siti Hajar, Ismail, dan
iblis. Adapun lokasinya di Masjidil Haram (Ka’bah), Mas’a (tempat sai), Arafah,
Masy’ar, dan Mina. Simbolnya adalah Ka’bah, Safa, Marwa, siang, malam, matahari
terbit, matahari tenggelam, berhala, dan upacara kurban. Pakaiannya adalah
ihram dan aktor dari peran-peran dalam pertunjukan itu adalah umat Islam yang
sedang melaksanakan ibadah haji,” kata Ali Syariati.
Sebagaimana dijelaskan dalam
berbagai literatur mengenai ibadah haji dan umrah, pelaksanaan ibadah haji
telah disyariatkan sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Adapun
tata cara ibadah haji yang disyariatkan kepada para nabi dan rasul itu umumnya
lebih banyak berkisar pada pelaksanaan tawaf atau mengelilingi Ka’bah. Berikut
sejumlah tata cara ibadah haji yang dilaksanakan sejak zaman Nabi Adam AS
hingga sekarang ini.
Nabi Adam AS
Setelah beberapa waktu sejak
diturunkan ke bumi, Nabi Adam diperintahkan oleh Allah SWT pergi ke Baitullah
di Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Menurut sejumlah riwayat,
Ka’bah dibangun oleh para malaikat. Dan selama lebih dari 2.000 tahun, malaikat
sudah melaksanakan tawaf (mengelilingi Ka’bah). Nabi Adam AS kemudian mengikuti
apa yang dilakukan malaikat.
Ka’bah awalnya telah dibangun
oleh malaikat. Kemudian, Nabi Adam AS diperintahkan untuk membangun kembali
Ka’bah. “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah)
manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3]: 96).
Nabi Hud dan Saleh
Para nabi setelah Adam AS juga
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Ibnu Katsir dalam kitabnya, Bidayah wa
an-Nihayah, menyebutkan sebuah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal ra, Ibnu Abbas ra
berkata, “Ketika Nabi SAW sedang lewat di Lembah Usfan pada waktu berhaji,
beliau berkata, ‘Wahai Abu Bakar, lembah apakah ini?’ Abu Bakar menjawab,
‘Lembah Usfan.’ Nabi Bersabda, ‘Hud dan Saleh AS pernah melewati tempat ini
dengan mengendarai unta-unta muda yang tali kekangnya dari anyaman serabut.
Sarung mereka adalah jubah dan baju mereka adalah pakaian bergaris. Mereka
mengucapkan talbiyah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah’.”
Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS
“Dan (ingatlah) ketika Kami
memberikan tempat kepada Ibrahim di Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah
kamu menyekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi
orang-orang yang bertawaf dan orang-orang yang beribadah, dan orang yang ruku
dan sujud. Dan, serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang
datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan’.” (QS al-Hajj [22]: 26-28).
Nabi Ibrahim diperintahkan
Allah SWT untuk mengajak umat manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.
Selanjutnya, nabi-nabi lainnya mengerjakan hal serupa.
Nabi Muhammad SAW
Ibadah haji disyariatkan
pertama kali pada tahun keenam Hijriah. Sedangkan, Nabi Muhammad SAW
melaksanakan ibadah haji pada tahun kesembilan Hijriah.
Banyak ayat Alquran yang
memerintahkan Nabi SAW dan umat Islam untuk melaksanakan haji, sebagaimana
tuntunan Allah dalam Alquran (QS 3: 97, 22: 27, 2: 196, 9: 2-3, 9: 17, 9: 28,
dan 22: 27).
Adapun tuntunan yang mesti
dilaksanakan adalah tawaf (QS 22: 29 dan 2: 125), sai antara Safa dan Marwa (QS
2: 158), wukuf (QS 85: 3, 89: 2, dan 2: 198-199), berkurban (QS 89: 2, 22: 28,
dan 22: 36), dan tahalul atau mencukur rambut (QS 48: 27, 2: 196, dan 22: 29).
Sesungguhnya Safa dan Marwah
adalah sebagian dari syiar Allah. Maka, barang siapa yang beribadah haji.
(syahruddin el fikrie)
Haji Tanpa Makkah
Oleh: KH Ali Mustafa Yaqub
Sekitar 1970-an, di negeri kita muncul paham yang aneh, bahkan sesat. Paham itu mengajarkan, orang yang berziarah ke tujuh makam wali, maka ia akan mendapatkan pahala yang sama seperti pahala
Sekitar 1970-an, di negeri kita muncul paham yang aneh, bahkan sesat. Paham itu mengajarkan, orang yang berziarah ke tujuh makam wali, maka ia akan mendapatkan pahala yang sama seperti pahala
ibadah haji dan umrah.
Waktu itu banyak orang bertanya, bolehkah orang yang sudah berziarah ke tujuh makam para wali itu menyandang gelar haji?
Tentu, kita tidak ingin membahas gelar haji atau hajah bagi orang tersebut karena paham tersebut telah menyimpang dari Islam.
Mudah-mudahan paham itu sekarang sudah tidak ada lagi. Mungkinkah orang yang tidak pergi ke Makkah mendapatkan pahala ibadah yang sama dengan ibadah haji dan umrah? Sangat mungkin apabila kita mengikuti Rasulullah SAW.
“Siapa yang shalat Subuh berjamaah (di masjid), kemudian ia tetap duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah SWT sampai terbit matahari, kemudian ia shalat sunah dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala ibadah haji dan umrah dengan sempurna.” (Hadis hasan (baik), riwayat Tirmidzi dalam kitabnya, “Sunan al-Tirmidzi”.
Dari hadis ini, ada lima syarat yang mesti dikerjakan oleh setiap Muslim untuk mendapatkan pahala haji dan umrah tanpa pergi ke Makkah. Pertama, shalat Subuh berjamaah. Kedua, tetap duduk di tempat shalatnya. Ketiga, berzikir kepada Allah SWT. Keempat, hal itu dilakukan sampai terbit matahari. Kelima, shalat sunah dua rakaat.
Para ulama berbeda pendapat tentang shalat sunah dua rakaat ini, apa namanya? Ada yang mengatakan itu adalah shalat sunah Thulu´al-Syams (terbit matahari) dan yang lain menyebutnya shalat sunah Muqadimah Dhuha (pembuka Dhuha).
Bagi kita, tidak soal nama shalat itu, yang penting, kita niat shalat sunah dua rakaat. Apabila lima syarat itu dikerjakan, kita akan mendapatkan pahala ibadah haji dan umrah secara sempurna tanpa pergi ke Makkah.
Untuk menambah bekal kita di akhirat, seyogianya setiap Muslim mengerjakan tuntunan Nabi SAW ini. Mendapatkan nilai ibadah haji tanpa harus mengeluarkan biaya pergi ke Makkah, tanpa uang saku, dan juga tanpa biaya yang ekstra. Sekiranya mungkin, hal itu kita lakukan setiap hari dan apabila tidak mungkin minimal kita lakukan satu minggu satu kali.
Tuntunan Nabi SAW ini berlaku, baik bagi orang yang belum berhaji maupun orang yang sudah berhaji. Kendati begitu, bagi orang yang belum pernah beribadah haji, apabila ia memiliki kemampuan finansial untuk pergi ke Makkah, ia wajib pergi ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji.
Bagi yang sudah beribadah haji, tapi tak memiliki kemampuan berhaji lagi, cukup mengerjakan tuntunan Nabi SAW itu. Bagi yang sudah berhaji dan memiliki kemampuan, ikutilah tuntunan sunah Nabi SAW, yaitu berhaji cukup sekali dan berinfak ribuan kali.
Tak perlu berkali-kali berhaji, tetapi cukup menjalankan tuntunan Nabi SAW di atas dan uangnya bisa dimanfaatkan untuk diinfakkan di jalan Allah (fi sabilillah).
Sekiranya memang mencari pahala haji dan umrah, cukup mengerjakan tuntunan Nabi SAW tersebut di atas. Status sosial tak perlu dipikirkan sebab hal itu merusak niat haji. Wallahu a'lam.
Sumber: Republika Online - Chairul Akhmad
Waktu itu banyak orang bertanya, bolehkah orang yang sudah berziarah ke tujuh makam para wali itu menyandang gelar haji?
Tentu, kita tidak ingin membahas gelar haji atau hajah bagi orang tersebut karena paham tersebut telah menyimpang dari Islam.
Mudah-mudahan paham itu sekarang sudah tidak ada lagi. Mungkinkah orang yang tidak pergi ke Makkah mendapatkan pahala ibadah yang sama dengan ibadah haji dan umrah? Sangat mungkin apabila kita mengikuti Rasulullah SAW.
“Siapa yang shalat Subuh berjamaah (di masjid), kemudian ia tetap duduk di tempat shalatnya untuk berzikir kepada Allah SWT sampai terbit matahari, kemudian ia shalat sunah dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala ibadah haji dan umrah dengan sempurna.” (Hadis hasan (baik), riwayat Tirmidzi dalam kitabnya, “Sunan al-Tirmidzi”.
Dari hadis ini, ada lima syarat yang mesti dikerjakan oleh setiap Muslim untuk mendapatkan pahala haji dan umrah tanpa pergi ke Makkah. Pertama, shalat Subuh berjamaah. Kedua, tetap duduk di tempat shalatnya. Ketiga, berzikir kepada Allah SWT. Keempat, hal itu dilakukan sampai terbit matahari. Kelima, shalat sunah dua rakaat.
Para ulama berbeda pendapat tentang shalat sunah dua rakaat ini, apa namanya? Ada yang mengatakan itu adalah shalat sunah Thulu´al-Syams (terbit matahari) dan yang lain menyebutnya shalat sunah Muqadimah Dhuha (pembuka Dhuha).
Bagi kita, tidak soal nama shalat itu, yang penting, kita niat shalat sunah dua rakaat. Apabila lima syarat itu dikerjakan, kita akan mendapatkan pahala ibadah haji dan umrah secara sempurna tanpa pergi ke Makkah.
Untuk menambah bekal kita di akhirat, seyogianya setiap Muslim mengerjakan tuntunan Nabi SAW ini. Mendapatkan nilai ibadah haji tanpa harus mengeluarkan biaya pergi ke Makkah, tanpa uang saku, dan juga tanpa biaya yang ekstra. Sekiranya mungkin, hal itu kita lakukan setiap hari dan apabila tidak mungkin minimal kita lakukan satu minggu satu kali.
Tuntunan Nabi SAW ini berlaku, baik bagi orang yang belum berhaji maupun orang yang sudah berhaji. Kendati begitu, bagi orang yang belum pernah beribadah haji, apabila ia memiliki kemampuan finansial untuk pergi ke Makkah, ia wajib pergi ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji.
Bagi yang sudah beribadah haji, tapi tak memiliki kemampuan berhaji lagi, cukup mengerjakan tuntunan Nabi SAW itu. Bagi yang sudah berhaji dan memiliki kemampuan, ikutilah tuntunan sunah Nabi SAW, yaitu berhaji cukup sekali dan berinfak ribuan kali.
Tak perlu berkali-kali berhaji, tetapi cukup menjalankan tuntunan Nabi SAW di atas dan uangnya bisa dimanfaatkan untuk diinfakkan di jalan Allah (fi sabilillah).
Sekiranya memang mencari pahala haji dan umrah, cukup mengerjakan tuntunan Nabi SAW tersebut di atas. Status sosial tak perlu dipikirkan sebab hal itu merusak niat haji. Wallahu a'lam.
Sumber: Republika Online - Chairul Akhmad
Misteri HAJAR ASWAD
Neil Amstrong telah membuktikan bahawa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah.
Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata : “Planet Bumi ternyata tergantung di ruang yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya?.”
Para astronaut telah menemukan bahawa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara rasmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayangnya 21 hari kemudian laman web tersebut ghaib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan laman web tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berakhir), hal ini terbukti ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahawa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu ruang yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, bererti apabila kita mengeluarkan kompas di ruang tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali kerana daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sihat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan graviti. Oleh sebab itulah ketika kita mengelilingi Ka’bah, maka seakan-akan diri kita dicaj semula oleh suatu kuasa misteri yang menyebabkan kita bertenaga ketika mengelilingi kaabah dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga boleh terapung di air. Di sebuah muzium di negara Inggeris, ada tiga buah potongan batu tersebut (dari Ka’bah) dan pihak muzium juga mengatakan bahawa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem suria kita.
Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda,
“Hajar Aswad itu diturunkan dari syurga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam". (Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) )
Wallahu a'lam bishawab,
Subscribe to:
Comments (Atom)
-
Tanya : Ustad, kapan kira-kira penutup Ka’bah diganti dan bolehkah kita meminta potongan bekasnya untuk souvenir? Wahyu Hidayat , Sumedan...
-
Tanya : Mohon penjelasan tentang Maqam Ibrahim dan mengapa kita shalat dua rakaat disana? Jawab : Alhamdulillah, sebelumnya saya sampaika...
-
Tanya: Saya mau bertanya beberapa keistimewaan atau penti ngnya hajar aswad itu. Mengapa orang ramai-ramai berebut untuk menciumnya yan...
-
Tanya: Assalamualaikum wr wb. Ustadz, apakah artinya Masyair Muqaddas? Benarkah jamaah haji wajib mengunjungi tempat tersebut? (Hass...
-
Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khattab menangis? Umar bin Khattab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan mau...
-
Empat astronot Rusia dalam kunjungannya ke Riyadh, Sabtu (10/11), disambut hangat Pangeran Salman yang tak lain juga mengepalai Lembag...
-
Tanya: Apakah benar makam Rasulallah SAW sekarang itu dulunya adalah kamarnya Aisyah? Dan apakah Raudhah juga termasuk kamar Aisyah? yuss...






