Showing posts with label Kisah Menarik. Show all posts
Showing posts with label Kisah Menarik. Show all posts

Kisah Umar bin Khattab Radiallahunanhu Menangis

Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khattab menangis? Umar bin Khattab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupun kawan. Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syeitan pun menghindari lewat jalan yang lain. Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam. Karena itu kalau Umar sampai menangis tentulah itu menjadi peristiwa yang menakjubkan.

Mengapa “singa padang pasir” ini sampai menangis?

Umar pernah meminta izin menemui Rasulullah SAW. Ia mendapatkan Beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sehingga tubuh Beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal  pelepah kurma yang keras, Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Aku tak sanggup menahan tangisku.

Rasul bertanya, “mengapa engkau menangis ya Umar?”. Umar menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan Kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera.”

Nabi berkata, “ mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga, sebuah kesenangan yang  akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang berpergian pada musim panas. Ia berlindung sebentar di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya.”

Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara , hanyalah tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.


Ketika kita pergi ke Belanda, biasanya pesawat akan transit di Singapura. Atau kita pulang dari Saudi Arabia, biasanya pesawat yang kita tumpangi akan mampir sejenak di Abu Dhabi. Anggap saja tempat transit itu Singapura dan Abu Dhabi, merupakan dunia ini. Apakah ketika trasit kita akan habiskan segala perbekalan? Apakah kita akan selamanya tinggal di tempat transit itu?

Ketika kita sibuk  shopping ternyata pesawat telah memanggil untuk segera meneruskan perjalanan. Ketika kita sedang telena dan sibuk dengan dunia ini, tiba-tiba Allah memanggil kita pulang kembali ke sisi-Nya. Perbekalan kita sudah habis, tangan kita penuh dengan bungkusan dosa, lalu apa yang akan kita bawa nanti di Padang Mahsyar?

Sisakan kesenangan kita di dunia ini untuk bekal di akhirat. Dalam tujuh hari seminggu, mengapa tak kita tahan segala nafsu, rasa lapar dan rasa haus paling tidak dua hari dalam seminggu. Lakukan ibadah puasa senin-kamis. Dalam dua puluh empat jam sehari, mengapa tak kita sisakan waktu barang satu-dua jam untuk shalat dan membaca al-Quran. Delapan jam waktu tidur kita... mengapa tak kita ambil 15 menit saja untuk bermunajat dalam kehangatan tahajjudnya.

“Celupkan tanganmu ke dalam lautan.” Saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akhirat, “ air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akhirat.”

Bersiaplah, untuk menyelam di “lautan akhirat”. Siapa tahu Allah sebentar lagi akan memanggil kita dan bila saat panggilan itu tiba, jangankan untuk beribadah, menangispun kita tak akan punya waktu lagi. Mari belajar bersama paket umroh murah 2019 2020.

Bosan Hidup

Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji, dan berkata. “ Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul, rumah tangga saya berantakan, usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan... Saya ingin mati saja pak Ustad.”. Sang Ustad pun tersenyum, dan menjawab dengan lembut “Oh, kamu sakit.”. “Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.” Kata Pria paruh baya itu.

Seolah-olah tidak mendengar pembelaan Pria itu, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.” singkat Pak Ustad.

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudiian tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus, sungai kehidupan mengalir terus terus. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.

Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

 “Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.
 “Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.
“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”
“Ya, memang saya sudah bosan hidup.” Singkat kata pria itu.
  “Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, etengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.” Saran Sang Ustad.

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Tapi ustadz yang satu ini aneh. malah Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah, pikirnya. 

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.

Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”.

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?” bisik mereka. Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis, dalam benaknya. Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.”. Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stress karena perilaku kami semua.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Lalu diapun Berdoa dalam hatinya,

” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini “.

Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok.. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kepasrahan, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan.. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan. percayalah .. Allah bersama kita.”

Lalu Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini…

Sumber: Islam Itu Baik dengan sedikit editan.

Subhanallah, Allah Menjawab Al Fatihah Kita

Seberapa sering kah kita membaca Al-Fatihah secara terburu-buru dalam Shalat kita?? Sadarkah kita bahwa Allah menjawab do'a kita setiap ayat per ayat ?? Allah menjawab do'a kita dengan penuh kasih sayang.

Dari 'Ubaidah bin shamit r.a,Rasulullah telah bersabda:"Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surah AL-FATIHAH".

Riwayat dari Abu Hurairah pula,rasulullah telah bersabda:" Barangsiapa yang tidak membaca AL-FATIHAH di dalam shalat,maka shalatnya itu tidak sempurna.(Rasulullah telah mengulangi kenyataan ini sebanyak 3 kali)".

Lalu sahabat bertanya kepada Abu Hurairah:"Bagaimana pula kalau kami mengikut imam?".Jawab Abu Hurairah:"Bacalah perlahan-lahan.Karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

Bahwa Allah berfirman:"Shalat itu aku bagi 2 yaitu antara AKU dan hamba-KU.Untuk hamba-KU ialah apa yang dimintanya...

Apabila hamba-KU mengucapkan:Alhamdulillahi rabbil 'alamin (segala puji bagi Allah,Tuhan seru sekalian alam)
AKU menjawab:hamdani 'abdi(hambaku memujiku)

Apabila hamba-KU mengucapkan:Arrahmanirrahim (Yang maha pengasih lagi maha penyanyang)
AKU menjawab:'Atsna alayya 'abdi (hambaku menyanjungiku)

Apabila hamba-KU mengucapkan:Maliki yaumiddin (Maha penguasa hari kemudian)
AKU menjawab:Majjadani abdi (hambaku mengagungkanku)

Apabila hamba-KU mengucapkan:iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in(kepada Engkau kami menyembah dan kepada Engkau kami minta pertolongan)
AKU menjawab:Hadza bayni wa bayna abdi,wali abdi wa saala (inilah bahagianku dan bahagian hambaku yg dimintanya)

Apabila hamba-KU mengucapkan:Ihdinash siratal mustaqim,siratal ladzina an'amta 'alaihim ghairil maghdubi 'alaihim waladh-dhaalin(pimpinlah kami ke jalan yang lurus,yakni jalan yang tidak engkau murkai dan tidak pula jalan orang yang sesat)


AKU menjawab:Hadza li abdi,wali 'abdi ma saala(inilah milik hambaku,dan bagi hamba-KU apa yang dia minta)

itulah semua jawaban Allah apabila setiap kali kita membaca AL-FATIHAH
Subhanallah..
begitu sayangnya Allah pada kita..
Dia membalas setiap kalimat do'a yang kita panjatkan kepadaNya..
tapi, pernahkah kita memberikan-Nya waktu untuk menjawab do'a kita??
Kita yang selalu membaca Al-Fatihah dengan cepat, tanpa memberi Jeda untuk Allah menjawab do'a kita....
Kita jarang memberikan kesempatan pada Allah untuk menjawab do'a kita, yang padahal, Allah sangat ingin berbincang dengan kita lewat do'a kita..


Semoga bisa menjadi bahan renungan...

Wallahu a'lam bishawwab..

Masjid Kiblatain, Bentuk Ketaatan Kepada Allah SWT

Hijau dan rimbunnya pohon menyambut kedatangan para peziarah lintas dunia ketika berada di sekitar Masjid Qiblatain Madinah Arab Saudi. Pada pagi hari yang cukup cerah, para jemaah haji dari lintas dunia termasuk Indonesia telah memadati Masjid qiblatain. Masjid ini terletak di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan Wadi Aqiq atau diatas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah Arab Saudi.

Masjid Qiblatain yang artinya masjid dua kiblat, adalah salah satu masjid terkenal di Madinah yang selalu ramai dikunjungi. Masjid yang mula-mula dikenal dengan masjid salamah karena berada diatas bekas rumah bani salamah, saat ini memiliki struktur bangunan yang megah. Dimulai dari luas dan besarnya bangunan hingga menara masjid yang berdiri kokoh.

Sedangkan didalamnya, udara dingin dengan siraman AC para pengunjung, lantai terasa lembut karena dilapisi karpet yang berkualitas berwarna merah. Masjid ini juga dihiasi sinar terang dari hiasan lampu yang berukuran besar, serta seni kaligrafi yang menghiasi dinding, Mihrob serta Mimbar Khotib.

Selain itu, sebagai bagian dari sejarah perubahan arah kiblat di masjid, persis dibelakang atau berlawanan arah mihrob dibagian atas terdapat arah kiblat pertama. Arah kiblat itu, dilambangkan dengan bentuk ukiran sajadah ukuran 1X2 meter yang berada dibawah kubah masjid didekat pintu masuk utama.

Pada permulaan Islam, orang melakukan salat dengan kiblat ke arah Baitul Maqdis (nama lain Masjidil Aqsha) di Yerusalem/Palestina. Baru belakangan turun wahyu kepada Rasulullah SAW untuk memindahkan kiblat ke arah Masjidil Haram di Mekkah.

Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab waktu dhuhur di Masjid Bani Salamah ini. Ketika itu Rasulullah SAW tengah salat zuhur dengan menghadap ke arah Masjidil Aqsha. Di tengah salat, tiba-tiba turunlah wahyu surat Al Baqarah ayat 144[1], yang artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Setelah turunnya ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad menghentikan sementara salatnya, kemudian meneruskannya dengan memindahkan arah kiblat menghadap ke Masjidil Haram. Merujuk pada peristiwa tersebut, lalu masjid ini dinamakan Masjid Qiblatain, yang artinya masjid berkiblat dua.

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad juga telah memerintahkan Usman Bin Affan untuk membeli sebuah sumur milik orang yahudi. Keberadaan sumur sangat penting bagi sebuah masjid sebagai air minum dan segala aktifitas ibadah. Setelah dibeli, sumur itu, kemudian di wakafkan dan digunakan hingga kini sebagai sumber pengairan pohon-pohon hijau dan rimbun.

Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pada 1987 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Fahd melakukan perluasan, renovasi dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut. Sebelumnya Sultan Sulaiman telah memugarnya di tahun 893 H atau 1543 M. Masjid Qiblatain merupakan salah satu tempat ziarah yang biasa dikunjungi jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia.

Di Masjid Qiblatain, juga menyediakan berbagai oleh-oleh yang bisa dibeli oleh para pengunjung. Mulai dari cincin hingga siwak dan cicin yang terbuat dari perak dengan harga yang terjangkau. Moga dengan mengetahui dan mengunjungi Masjid Qiblatain, kita dapat berbenah diri untuk selalu taat kepada perintah Allah dan mengikuti Sunah Rosul. Ketaatan kita adalah tidak lain untuk meraih Ridho dan surga yang dijanjikan-Nya.

Sumber: Sinhat-Haji Kemenag-(MCH/akmal)

Sekilas Sejarah Penanggalan Hijriyah

Sejarah penanggalan Kalender Islam yang populer dikenal dengan Kalender Hijriyah dikenal tak lepas dari peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Saat itu, penindasan yang dialami umat Islam oleh kaum kafir Makkah sudah menjadi-jadi.

Penindasan itu mencapai puncaknya pada September tahun 622M. Saat itu, kaum kafir yang dikepalai Abu Jahl berencana ingin membunuh Nabi Muhammad SAW.

Dengan mukjizatnya, Rasulullah SAW selamat dari rencana pembunuhan kafir Quraisy yang telah mengepung rumah Beliau. Selanjutnya, Rasulullah SAW beserta sahabatnya, Abu Bakar RA berhijrah pergi meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib (madinah) yang terletak 320 kilometer (200 mil) di utara Makkah.

Khawatir dengan pengejaran Kafir Makkah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA singgah di sebuah gua bernama Gua Tsur untuk bersembunyi dan beristirahat. Putra Abu bakar, Abdullah mengamati perkembangan di Kota Makkah kemudian datang ke Gua Tsur untuk melapor kepada ayahnya sekaligus membawakan makanan.

Di Makkah sendiri situasi semakin memanas. Kaum kafir Quraisy menggelar sayembara bagi siapa pun yang mampu menangkap Nabi Muhammad SAW hidup-hidup atau mati, akan diberikan hadiah seratus ekor unta.

Salah seorang yang berambisi untuk mendapatkan hadiah sayembara tersebut adalah Suraqah bin Malik. Obsesinya untuk mendapatkan hadiah membuatnya mendapatkan informasi tentang keberadaan Rasulullah SAW. Ia segera memacu kudanya untuk menangkap Rasulullah.

Namun naas, ketika kudanya mulai mendekati posisi Rasulullah SAW, kakinya terjungkal ke dalam pasir gurun sehingga ia pun terpelanting ke tanah. Hal itu terjadi berulang-ulang hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mungkin dapat menangkap Rasulullah SAW karena beliau mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Ia pun akhirnya kembali ke Makkah dengan tangan hampa.

Setelah sampai di Yatsrib, Rasulullah SAW dan Abu bakar disambut hangat oleh penduduk Yastrib dengan meriahnya. Hingga beberapa penyair melantunkan nasyid (laguan selamat datang) yang kemudian dikenal dengan ‘Thala’al Badru ‘alaina’.

Secara berangsur-angsur, kaum muslimin di Makkah juga berhijrah ke Yastrib mengikuti Rasulullah SAW untuk menyelamatkan iman mereka. Mereka yang berhijrah disebut muhajirun dan mereka yang menyambut kedatangan mereka di Yastrib disebut Anshar. Yastrib.

Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi). Seiring berjalannya waktu, sebutan ‘Madinatun Nabi’ berganti menjadi Madinah, yang berarti ‘kota’.

Untuk mengenang peristiwa besar tersebut, Umar bin Khattab mencetuskan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai awal tanggal dimulainya penanggalan Islam yang kemudian dikenal dengan kalender Hijriah. Hal itu dicetuskan Umar pada tahun 638, atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah berlangsung.

Sumber: Republika Online-Dewi Mardiani-Hannan Putra

Menunggu Kaum Anshar

Dalam sejarah Islam, istilah Anshar tidak bisa dipisahkan dari Muhajirin. Anshar (orang-orang yang menolong) adalah sebutan untuk masyarakat Madinah yang menerima dengan tangan terbuka kedatangan Nabi Muhammad dan para
sahabatnya. Sedangkan Muhajirin (orang-orang yang hijrah) adalah sebutan untuk penduduk Mekah yang eksodus ke Madinah. Mereka terpaksa mengungsi, dengan perbekalan seadanya, karena selalu dikejar-kejar oleh kaum kafir Mekah.

Banyak sekali kejadian menakjubkan di antara kedua golongan ini. Kaum Anshar membantu secara total kaum Muhajirin yang papa itu. Sebagai ilustrasi, dalam sebuah hadis diceritakan bahwa ada seorang Anshar yang rela memberikan, bukan meminjamkan, separo hartanya kepada seorang Muhajirin. Bahkan, saking tingginya rasa persaudaraan mereka, kaum Anshar berusaha memenuhi segala kebutuhan para pengungsi, termasuk kebutuhan batin. Bahkan, ada di antara orang Anshar yang mempersilakan Muhajirin memilih salah seorang isterinya untuk dinikahi setelah dia menceraikan istrinya itu.

Dengan sangat indah Allah mendeskripsikan peristiwa langka di sepanjang sejarah manusia itu dalam Alquran: Dan penduduk Madinah yang telah beriman sebelum kedatangan Rasul (kaum Anshar) sangat mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (kaum Muhajirin). Mereka tidak pernah berkeinginan untuk mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada Muhajirin. Bahkan, kaum Anshar lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin dibanding diri mereka sendiri, sekalipun mereka sedang dalam kesulitan. Dan orang-orang yang memelihara dirinya dari sifat kikir, itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 59: 9).

Kaum Anshar, mestinya tidak hanya tinggal kenangan manis bagi sejarah Islam yang statis. Anshar harus selalu ada dan diciptakan dalam setiap episode sejarah umat Islam. Mereka merupakan simbol masyarakat berbudaya yang memiliki keimanan dan rasa kemanusiaan sangat tinggi. Mereka tidak minta garansi apapun ketika mengulurkan tangan menolong para pengungsi yang eksodus ke daerahnya. Banyak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah bertemu, apalagi berkenalan. Namun, semua itu tidak menghalangi orang-orang Anshar untuk menyelamatkan kehidupan para Muhajirin.

Saat ini, sebagian besar rakyat Indonesia sangat menantikan datangnya kaum Anshar, terutama saudara kita yang sedang mengalami kesulitan hidup -- dari mereka yang ter-PHK, tidak mempunyai pekerjaan hingga para pengungsi di berbagai daerah. Mereka menawarkan surga kepada semua kita.

Ini merupakan saat yang tepat untuk membuktikan kepada Allah bahwa kita memang merupakan hamba pilihan-Nya. Jangan terlalu lama berpikir dan menunggu, sebelum terlambat. Tangan yang diulurkan belakangan seringkali tidak dibutuhkan lagi. Tidak ada artinya mengulurkan tangan jika orang yang akan ditolong telah berada di atas, atau sudah terkapar di dasar jurang. Kita sedang berlomba dengan malaikat maut yang sudah sejak lama bersiap merenggut nyawa saudara dan bangsa kita. Kita semua harus datang sebagai Anshar bagi mereka, jika tidak ingin diteriaki oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai orang yang mendustakan agama. Wallahu a'lam bis-shawab.

Sumber: Republika Online-M Irwan Ariefyanto

Menapak Jejak Hudaibiyah

Sudah mencoba susu unta? “tanya adam, seorang mukimin kepada saya dan kawan-kawan. “Belum. Dimana tempatnya? “Saya balik bertanya. Tempatnya di Hudaibiyah, disana ada peternakan unta, “Kata adam yang juga petugas haji Indonesia.

Tertarik dengan ucapan Adam, saya dan rombongan petugas media center haji daerah kerja makkah lantas berangkat menuju hudaibiyah. Daerah ini berada diluar tanah suci Makkah. Jarak antara hudaibiyah dan makkah al-mukaramah sekitar 22 kilometer. Sepanjang jalan menuju wilayah barat makkah itu terhampar padang pasir. Di sejumlah titik terdapat peternakan unta.di sinilah pertama kali saya melihat unta, selama dua pekan berada di tanah suci.

Unta-unta itu dipelihara oleh gembala yang disekitarnya membuat gubuk seadanya, peternakan unta itu berada di jalur sebelah kiri jalan menuju Hudaibiyah. Kami tak langsung menepi di peternakan itu karena waktu dzuhur telah tiba. “kita cari masjid dulu untuk shalat. “ujar Zaini Haji Abdullah, sopir yang mengantar kami.

Tibalah kami di sebuah masjid yang lumayan besar, seorang pria arab melambai-lambaikan tangan mengajak kami berhenti sejenak untuk shalat terlebih dahulu.saya pun mengambil wudhu, berbeda dengan air di kota Makkah, air di tempat itu terasa asin. Begitu masuk, imam masjid Hudaibiyah menyapa saya. “Mabrur ...Mabrur..., “ujarnya

    Selesai shalat, saya bertanya kepada Zaini, “di mana tempat Rasulullah SAW melakukan perjanjian Hubaidiyah? “pria berdarah lombok kelahiran makkah itu menyebut masjid itu sebagai saksi perjanjian Hudaibiyah, Subhanallah, saya tidak menyangka bisa shalat dan singgah di tempat bersejarah ini.

    Tempat yang pernah saya tulis dalam rubrik “situs” dalam “islam Digest” itu akhirnya bisa saya tapaki. Dei tempat inilah, pada tahun keenam hijriah, Rasulullah SAW beserta ummat islam pernah mengalami sebuah peristiwa pentuing. “ditempat itulah terjadi sebuah peristiwa penting bernama Baitula ar-Ridhwan, “tutur Dr Syauqi Abu Khalil dalam bukunya bertajuk Athlas al-Hadith al-Nabawi, Hudaibiyah.

    Menurut kitab nasbu harb, Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur. Dalam kitab zaadul ma’ad disebutkan, sisi-sisi hudaibiyah sebagian kecil termasuk perbatasan dengan tanah haram makkah. Di tempat itulah terjadi peristiwa penting yang dicatat sejarah peradaban islam, yakni perang Hudaibiyah dan perjanjian Hudaibiyah.

    Perisitiwa bersejarah di Hudaibiyah terjadi pada bulan Dzulqaidah tahuin keenam hijriah. Saat itu, Rasulullah beserta umat islam yang tinggal di madinah hendak menunaikan umrah ke makkah. Upaya Rasulullah dan umatnya untuk umrah di makkah berusaha dijegal kaum Quraisy. Sesungguhnya, nabi SAW sudah mengetaui bahwa kaum kafir Quraisy akan menggangu perjalanan ibadah umat muslim yang telah enam tahun tak mengunjungi Ka’bah.

    Rasulullah SAW menyeru seluruh penduduk desa untuk ikut ber umrah ke makkah. Namun, seruan itu ditolak oleh penduduk desa. Dalam Tafsir Ath-Thabari karya imam ath-thabari, penduduk desa yang menolak seruam Rasulullah SAW untuk berumrah ke makkah itu berasal dari suku badui madinah, yakni juhainah dan muzainah.

    Al-qur’an mengabadikan penolakan suku badui itu dalam surah al-fath (48) ayat 11. Akhrinya, kaum muhajirin dan anshar saja yang berangkat umrah ke makkah. Dalam fathul bari disebutkan. Jumlah kaum muslim yang umrah ke Makkah bersama Rasulullah SAW itu mencapai 1.400 orang.

    Kaum muslim lalu menunaikan shalat di Dzul hulaifah dan berihram umrah dari tempat itu. Setelah mencapai Rauha yang berjarak 73 kilometer dari madinah. Rasulullah SAW mengirim mata-mata ke makkah bernama Bisr bin Sufyan al-kabi.

    Menurut laporan dari sang mata-mata, kafir Quraisy siap berperang dan menolak kaum muslimin memasuki makkah. Rasullulah SAW  dan para sahabat bertekad untuk tetap melanjutkan perjalanan umrah ke makkah. Kaum muslim sempat shalat khauf di usfan. Ketika itu, pasukan kuda kaum musrikin yang dipimpin Khalid binwalid merangsak masuk mendekati kaum muslim.

    Kaum muslim berupaya hindari bentrokan. Rombongan nabi SAW akhirnya tiba di Hudaibiyah. Tekad bulat kaum muslim yang siap mati membela agama allah SWT membuat kaum Quraisy gentar, mereka pun memilih berdamai dengan sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah.

    Setelah menelusuri masjid bersejarah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju peternakan unta. Sayang, siang itu susu unta yang kami cari itu tidak ada. “wah, nggak jadi nih minum susu untanya. “ Cetus Riko Noviantoro, Wartawan indopos. Meski belum sempat mencoba minum susu unta, rasanya ada kepuasan tersendiri bisa menepaki jejak tempat bersejarah di Hudaibiyah.

Sumber – Heri Ruslan/Republika

Lynette Wehner: Jadi Muslim di Sekolah Islam

Lynette Wehner tak menyangka, ia diterima bekerja di sekolah Islam. Cemas bercampur antusias itulah gambaran perasaannya saat itu. Tak hanya ia seorang, keluarganya juga dilema dengan kabar gembira itu.

Spontan saja, orang tuanya mengingatkan satu hal kepadanya ketika Lynette memutuskan untuk menerima pekerjaan itu. "Pastikan anda tidak berpindah aga
ma," kenang Lynette menirukan suara ayahnya.

Dalam pikirannya terbayang, ia bakal diwajibkan mengenakan jilbab. Ia juga harus mempelajari agama Islam, satu hal yang asing baginya. "Jujur, aku berdebat dengan diriku sendiri. Tapi bagian dari diriku mengatakan itu adalah pengalaman yang berharga bagiku," kenang dia.

Akhirnya, Lynette menerima pekerjaan itu dan bersiap menjalani hari pertama. Satu hari yang akan terkenang sepanjang ia bekerja di tempat itu. Pada hari pertama, setiap guru non-muslim akan diberikan pelatihan mengenakan jilbab. Setiap guru non-muslim yang ambil bagian umumnya tertawa melihat penampilan mereka. Tidak ada rasa tegang seperti yang dibayangkan sebelumnya. Suasana saat itu begitu mengalir dan santai.

Dari situ, Lynette melihat ada satu pelajaran penting, yakni masyarakat AS terjebak kesalahpahaman soal jilbab. Tak terasa, sudah satu tahun Lynette bekerja. Ia belajar banyak hal. Yang membuatnya terkesan, sebagian besar anak didiknya tahu banyak tentang agama Kristen.

"Aneh, bagaimana mereka tahu banyak? Mereka membuatku bertanya-tanya. Apakah memang saya seorang Kristen," kenang dia. Ia memang dibesarkan dalam tradisi Katolik. Tapi ia tidak mempelajari ajaran Kristen dengan baik. "Aku tahu, aku bukan orang yang baik," kata dia.

Meninggalkan sejenak kegundahannya, Lynette kembali menjalani aktivitas rutin. Seperti biasa, ia rapikan buku-buku anak-anak yang tergeletak dalam kelas. Sebelum merapikan buku itu, sejenak ia baca buku-buku tersebut. Ia menyadari isi dari buku tersebut begitu masuk akal. Banyak pertanyaan dalam dirinya terjawab. Ia menjadi begitu antusias membahas tentang ajaran Islam.

"Saya merasa telah menemukan apa yang saya cari," ungkapnya, seperti dilansir islamreligion.com. Ia mulai membaca Alquran. Usai membacanya, ia merasa bagaimana bisa kitab suci Alquran ini berasal dari Allah. Namun, semakin membaca ia mulai mengetahui jawabannya. "Alquran seolah dibuat untuk saya. Aku tak berhenti menangis," kata dia haru.

Setelah berbulan-bulan membaca dan berdiskusi, ia berpikir untuk menjadi muslim. Namun, ia belum terbiasa untuk berdoa secara langsung kepada Tuhan. Selama ini ia selalu berdoa kepada Tuhan melalui perantara. Keraguan itu mulai ditepisnya dengan ketakutan terhadap azab Tuhan.

Ia menangis. Karena yang ia butuhkan adalah Islam. "Pada waktu itu saya harus masuk Islam tidak ada keraguan lagi dari ajarannya," kata dia. Setelah mengucapkan syahadat, ia seolah lahir kembali. "Aku begitu dekat dengan Tuhan, dan Alhamdullilah, saya sangat beruntung," ucapnya.

Sumber: Republika Online- Dewi Mardiani-Agung Sasongko

Payung Hidrolik Masjid Nabawi dan Khatam Alquran

 Alhamdulillah, saya dan suami diberi kesempatan oleh Allah untuk menunaikan ibadah haji pada 2009. Pengalaman saat haji yang saya alami dan masih teringat hingga sampai saat ini yaitu ketika kami masih berada di Madinah.
                Suatu malam di pelataran Masjid Nabawi, usai shalat maghrib saya duduk bersebelahan dengan seorang wanita,kira-kira seusia ibu saya, 50 tahun lebih. Kami berkenalan dan berbincang. Beliau bercerita, setelah shalat isya beliau harus bersiap-siap meniggalkan kota Madinah menuju Makkah Al-Mukharromah. Tetapi, beliau merasa puas atas waktu-waktu yang yang dilaluinya selama tinggal di Madinah. “Alhamdulillah Dhe, malam ini saya sudah khatam tadarus Alquran 30 Juz selama di Maadinah.”
                Subhanallah, saya kagum   kagum atas cerita Ibu dari Madura ini. Beliau melanjutkan , Ba’da Isya saya harus berkemas menuju Makkah, Semoga disana bisa khatam Alquran lebih banyak .” Saya mendengarkan cerita Ibu Madura ini dnegan terpaku, membandingkan dengan apa yang sudah saya lakukan selama di Madinah tujuh hari ini, tilawah lima juz pun belum saya lalui.
                Saya dan suami yang merasa diberi kesempatan berhaji pada usia muda justru terkadang menghabiskan waktu tentang hal-hal yang tidak penting. Menunggu payung –payung hidrolik terbuka dan tertutup  adalah momen yang kami tunggu, sambil sesekali memotret dan merekamnya di kamera kami.”Buat cerita ke anak-anak dirumah.”kilah suami saya.
                Dan, saya semakin tersadar dengan kwtika pembingbing kami, Ustad Uud Chudori Lc, memberikan ceramahnya di maktab kami, “Gunakan waktu selama ibadah haji ini seefektif mungkin . Jangan mencari pengalaman –pengalaman bersifat fisik saja, tapi carilah pengalaman-pengalaman ruhiah (spiritual) yang membuat kita merasa nikmatnya beribadah kepada Allah di Tanah Suci ini.”tuturnya.
                Menyaksikan gerakan payung-payung hidrolik , mengamati orang berlalu lalang, mengagumi pintu masjid yang indah dan kokoh, memegang halusnya kain kiswah penutup Ka’bah, apalagi berburu warung makan dan oleh-oleh, bagi saya adalah pengalaman fisik. Sedangkan, menangis merenungi dosa dan kekurangan diri , merasakan getar kerinduan bertemu Rasulullah SAW , mensyurkuri nikmat Allah yang mengizinkan hadir di rumah-Nya adalah bagian dari pengalaman ruhiah.
                Begitu pula dengan melantunkan doa-doa panjang untuk diri sendiri , keluarga, kerabat, dan kemuliaan umat, melaksanakan shalat wajib serta sunah dengan kekhusyukan  yang mas=ksimal. Dan, tentunya juga seperti yang dilakukan ibu dari Madura tadi, yang bertekad tadarus Alquran sebanyak-banyaknya.
Toh, sebenarnya  sebenarnya tilawah Alquran satu juz hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Bila bacaan 30 juz bisa diselesaikan dalam waktu sembilan hari. Berarti hanya membutuhkan waktu 2,5 hari jam sehari untuk membaca Alquran. Sangat mudah, asal disertai kesungguhan niat.” Sebaik-baik dzikrullah adalah membaca Alquran,” demikian pesan dari ulama salama fusholeh.
Kepada jamaah calon haji yang akan berangkat, niatkan untuk bisa khatam membaca Alquran sebanyak-banyaknya selama di Tanah Haram dan itu bisa dilatih mulai dari sekarang selagi masih berada di Tanah Air. Selama Beribadah Haji.               

Sumber:Republika/- ed:budi raharjo

Doa Haji Guru Honorer

Setiap muslim pasti ingin menyempurnakan rukun islam yang kelima,yaitu beribadah haji. Itupula yang menyelimuti perasaan seorang guru honor disebuah sekoah SMP swasta di bilangan Jakarta timur. Karena begitu kuatnya keinginan itu, pada 1995, sang guru pun mengikrarkan diri untuk bisa menunaikan ibadah haji. Tak main-main, ikrar itu di ucapkan ketika sang guru menikah. Dia in
gin berangakat ke tanah suci bersama istrinya. Niat itu diperkuat lagi ketika kelahiran putri pertama pada tahun1996 dengan memberinya nama, Shafa. Tentu,ini dengan harapan bahwa mereka kelak bisa melakukan sai antara bukit Shafa dan Marwah.



Saat tu ibadah haji atau umrah mungkin merupakan suatu yang mustahil bagi seorang guru honorer,karena biaya yang cukup mahal yang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang mapan secara ekonomi. Namun berkat niat kuat serta doa yang hampir selalu di panjatkan seusai setiap shalat lima waktu. Allah memberikan jalan yang tak di sangka-sangka. Atas kebaikan hamba Allah, guru honorer itu dapat melakukan haji kecil atau umrah secara gratis pada tahun 1998.Semua biaya di tanggung salah seorang dermawan. Padahal, pada waktu itu Indonesia sedang dihantam krisis, sehingga biaya ke Tanah Suci melonjak empat atau lima kali. Hanya kemurahan Allah, justru pada saat orang mengurangi pergi keluar negeri, guru ini berkesempatan umrah. Selama di Tanah Suci, sang guru tak lepas dari doanya. “Ya Allah, berilah kesempatan kepada kami, keluarga kami, dan saudara- saudara kami untuk dapat melakukan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah.”



Syukur atas rezeki yang luar biasa tak terduga menjadikan guru ini lebih semangat dalam bekerja dan berdoa. Satu hal yang tidak pernah dilupakan adalah menyisihkan sebagian rezeki untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan atau lembaga sosial. Jumlahnya 2,5% dari setiap rezeki yang diperolehnya tanpa menunggu nisab atau hal tertentu.





Sepuluh tahun setelah umrah, Allah pun
 memberi jalan kepada sang guru, istri dan bapak mertuanya yang telah berusia 80 tahun untuk beribadah haji. Ada rasa kekhawatiran yang tinggi karena membawa orang tua dengan katagori risti (resiko tinggi). Namun iya meyak ini bakti kepada orang tua ini akan selalu di ridhai Allah SWT. Shubhanallah, saat di tanah suci berbagai kemudahan di temuinya. Seperti pemondokan yang dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, salah seorang mukmin di Makkah dengan ikhlas meminjamkan kursi roda secara gratis. Berkat kursi roda tersebut ia dapat mengajak orang tuanya mengerjakan rukun haji. Selain itu ketika di Makkah ia bertemu guru Sekolah Indonesia Makkah (SIM). Ia lantas meminta bantuan guru SIM itu untuk membadalhajikan ibu mertuanya. Alhamdulillah, guru SIM itu hanya sedikit meminta uang hanya sebagai pengganti transport. Akhirnya ia pun mampu mewujudkan doanya ke tanah suci bersama keluarganya.


Sumber: Republika- Budi Raharjo (H.Uswadin, Berlan, Matraman ,Jaktim

Shalat di Masjid Jin

“Ternyata, sama saja dengan masjid lainnya. Tempat shalat,” itulah komentar Mappaewa, jamaah calon haji dari kloter 1 Makassar, usai mengunjungi masjid Jin. Masjid ini memang tidak sehebat kisahnya. Masjid Jin terletak di jalan Sulaimaniyah, Makkah.

Bangunannya seperti masjid biasa pada umumnya. Dari sisi arsitektur pun tidak ada yang spesial. Masjid ini diapit oleh masjid-
masjid besar. Posisinya tepat dipinggir jalan raya. “Hari ini, kami bersebelas memutuskan untuk tak shalat di Masjidil Haram, tapi di Masjid Jin ini.” kata Mappaewa.



Ia sangat penasaran untuk mengunjungi masjid itu karena membaca kisahnya lewat buku sejarah. “Saya pernah dengar masjid ini pernah akan dibongkar dan di tolak para jin,” tutur Mappaewa. Ia mengaku tidak melihat sesuatu yang aneh di masjid Jin. ”Saya juga pernah shalat subuh disini.”



Masjid yang bermenara satu ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama untuk shalat jamaah pria. Jamaah wanita disediakan tempat shalat di lantai kedua yang luasnya hanya sepertiga lantai pertama. Masjid Jin hanya mampu menampung 150 jamaah. Masjid Jin terletak di kampung jin. “Di kampung ini banyak tinggal orang-orang yang berasal dari Indonesia,” ungkap Zaini, seorang mukimin.



Lantas apa yang spesial dari masjid Jin ? Tentunya ada sejarahnya. Masjid Jin merupakan salah satu tempat bersejarah di Tanah Suci, Makkah. Jin seperti halnya manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT untuk beribadah. ” Tidaklah kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”(Adz-Dzariyat[51]:56).
“Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin mendengarkan Alquran. Lalu mereka berkata, ’Sesungguhnya, kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Karena itu, kami memercayainya dan kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT dengan siapapun juga.”(QS Jin [72] ayat 1-2).



Menurut catatan sejarah, suatu Rasul SAW bersama para sahabat sedang melaksanakan shalat subuh. Ketika itu, Rasul membaca surah Ar-Rahman (55) ayat 1-78. Dalam surah Ar-Rahman ini terdapat beberapa ayat yang berbunyi, “Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Saat ayat itu dibacakan, para jin yang hadir saat itu langsung menjawab, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikitpun. Segala puji hanya Bagi-Mu yang telah memberi nikmat lahir dan batin kepada Kami."


Ibnu Mas’ud mengaku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu kami pergi bersamanya dan aku bacakan Alquran kepada mereka.”



Masjid Jin merupakan saksi keimanan para jin terhadap kerasulan Nabi Muhammad SAW. Alkisah, para jin berencana menuju Tihamah. Mereka lalu mendengar lantunan ayat suci Alquran. Para jin itu takjub saat mendengarkan lantunan Alquran. Saat itulah para jin berdialog dengan Rasulullah. Mereka kemudian menyatakan keimanannya. Mereka kemudian menyampaikan hal itu kepada kaum jin. Para jin lalu berbaiat kepada Rasulullah SAW. Peristiwa itu diabadikan dalam Al-Quran surah Al-Ahhqaf [46]:29-32.



Subhanallah meskipun secara arsitektur tak ada yang istimewa dari masjid Jin, ternyata nilai sejarahnya begitu luar biasa. Satu lagi, tempat bersejarah yang dulu diajarkan dibangku sekolah akhirnya bisa saya kunjungi di Tanah Suci. Alhamdulillah.




■ Sumber: Republika- Heri Ruslan

Berhaji dari Hasil Sangkar Burung

                Abdullah menunaikan ibadah haji dari hasil menjual sangkar burung. Itu ia usahakan sejak 1995. “ Insya Allah, saya berangkat tahun ini kloter 24. Apa yang saya cita-citakan akhirnya tercapai.” Kata warga Natar, Kabupaten  Lampung Selatan berusia 45 tahun itu di Bandar Lampung, Selasa (2/10).

            Ia selalu menceritakan awal membuka usahanya tu. Semula, kata dia, terpikirkan takkan mampu menopang biaya untuk melaksanakan ibadah Haji dari hasil usaha berdagang sangkar burung. “ Ketika itu saya sangat susah . Jangankan mau berfikir untuk  menunaikan ibadah haji, mendapatkan uang untuk bisa  makan esok saja sudah bagus.”ujar dia.

            Abdullah memnberanikan diri terjun menekuni  usaha itu setelah dia diputus kerjakan oleh pabrik bantaran kereta  api tempatnya dulu bekerja. “Dari situ saya mulai menyerut helai demi helai bambu, untuk saya jadikan sangkar burung.”Kisahnya.

            Sejak itu , dia mulai menekuni usaha tersebut. Namun dalam perjalanannya ia pernah mengaku mendapatkan cemoohan dari orang lain, “ Saya di-anggap bermimpi menjadi orang sukses dengan hanya menjual sangkar burung,”ujarnya.

            Namun, hasil kerjanya ternyata benar-benar berbuah manis. Semula hanya satu buah kios sangkar burung yang berdiiri di tepi jalan Lintas Sumatra di Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, kini daerah tersebut sudah menjadi sentra perajin sangkar burung.

 Dia mengakui , dalam sebulan bisa meraih omzet berjualan sangkar burung antara Rp 200jt hingga Rp 500 jt per bulan. Para pelanggan yang berdatangan dari berbagai Provinsi .” Disini memang sangat strategis untuk mengembangkan usaha kerajianan seperti sangkar burung.” Kata Abdullah lagi, seperti dikutip Antara.

Jumat (5/10) mendatang, Abdullah. Perajin sangkar burung asal Natar Lampung ini akan segera diterbangkan ke Tanah Suci untuk melaksanakan Ibadah Haji. Dia berdoa menjadi haji yang mabrur dan segera dapat pula memberangkatkan isri beserta ketiga anak-anaknya dari hasil berdagang sangkar burung.               
                                                                                                     
  Sumber: Republika- burhanudin bella