gin berangakat ke tanah suci bersama istrinya. Niat itu diperkuat lagi ketika kelahiran putri pertama pada tahun1996 dengan memberinya nama, Shafa. Tentu,ini dengan harapan bahwa mereka kelak bisa melakukan sai antara bukit Shafa dan Marwah.
Saat tu ibadah haji atau umrah mungkin merupakan suatu yang mustahil bagi seorang guru honorer,karena biaya yang cukup mahal yang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang mapan secara ekonomi. Namun berkat niat kuat serta doa yang hampir selalu di panjatkan seusai setiap shalat lima waktu. Allah memberikan jalan yang tak di sangka-sangka. Atas kebaikan hamba Allah, guru honorer itu dapat melakukan haji kecil atau umrah secara gratis pada tahun 1998.Semua biaya di tanggung salah seorang dermawan. Padahal, pada waktu itu Indonesia sedang dihantam krisis, sehingga biaya ke Tanah Suci melonjak empat atau lima kali. Hanya kemurahan Allah, justru pada saat orang mengurangi pergi keluar negeri, guru ini berkesempatan umrah. Selama di Tanah Suci, sang guru tak lepas dari doanya. “Ya Allah, berilah kesempatan kepada kami, keluarga kami, dan saudara- saudara kami untuk dapat melakukan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah.”
Syukur atas rezeki yang luar biasa tak terduga menjadikan guru ini lebih semangat dalam bekerja dan berdoa. Satu hal yang tidak pernah dilupakan adalah menyisihkan sebagian rezeki untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan atau lembaga sosial. Jumlahnya 2,5% dari setiap rezeki yang diperolehnya tanpa menunggu nisab atau hal tertentu.
Sepuluh tahun setelah umrah, Allah pun
memberi jalan kepada sang guru, istri dan bapak mertuanya yang telah berusia 80 tahun untuk beribadah haji. Ada rasa kekhawatiran yang tinggi karena membawa orang tua dengan katagori risti (resiko tinggi). Namun iya meyak ini bakti kepada orang tua ini akan selalu di ridhai Allah SWT. Shubhanallah, saat di tanah suci berbagai kemudahan di temuinya. Seperti pemondokan yang dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, salah seorang mukmin di Makkah dengan ikhlas meminjamkan kursi roda secara gratis. Berkat kursi roda tersebut ia dapat mengajak orang tuanya mengerjakan rukun haji. Selain itu ketika di Makkah ia bertemu guru Sekolah Indonesia Makkah (SIM). Ia lantas meminta bantuan guru SIM itu untuk membadalhajikan ibu mertuanya. Alhamdulillah, guru SIM itu hanya sedikit meminta uang hanya sebagai pengganti transport. Akhirnya ia pun mampu mewujudkan doanya ke tanah suci bersama keluarganya.
Sumber: Republika- Budi Raharjo (H.Uswadin, Berlan, Matraman ,Jaktim

No comments:
Post a Comment