Lynette Wehner: Jadi Muslim di Sekolah Islam

Lynette Wehner tak menyangka, ia diterima bekerja di sekolah Islam. Cemas bercampur antusias itulah gambaran perasaannya saat itu. Tak hanya ia seorang, keluarganya juga dilema dengan kabar gembira itu.

Spontan saja, orang tuanya mengingatkan satu hal kepadanya ketika Lynette memutuskan untuk menerima pekerjaan itu. "Pastikan anda tidak berpindah aga
ma," kenang Lynette menirukan suara ayahnya.

Dalam pikirannya terbayang, ia bakal diwajibkan mengenakan jilbab. Ia juga harus mempelajari agama Islam, satu hal yang asing baginya. "Jujur, aku berdebat dengan diriku sendiri. Tapi bagian dari diriku mengatakan itu adalah pengalaman yang berharga bagiku," kenang dia.

Akhirnya, Lynette menerima pekerjaan itu dan bersiap menjalani hari pertama. Satu hari yang akan terkenang sepanjang ia bekerja di tempat itu. Pada hari pertama, setiap guru non-muslim akan diberikan pelatihan mengenakan jilbab. Setiap guru non-muslim yang ambil bagian umumnya tertawa melihat penampilan mereka. Tidak ada rasa tegang seperti yang dibayangkan sebelumnya. Suasana saat itu begitu mengalir dan santai.

Dari situ, Lynette melihat ada satu pelajaran penting, yakni masyarakat AS terjebak kesalahpahaman soal jilbab. Tak terasa, sudah satu tahun Lynette bekerja. Ia belajar banyak hal. Yang membuatnya terkesan, sebagian besar anak didiknya tahu banyak tentang agama Kristen.

"Aneh, bagaimana mereka tahu banyak? Mereka membuatku bertanya-tanya. Apakah memang saya seorang Kristen," kenang dia. Ia memang dibesarkan dalam tradisi Katolik. Tapi ia tidak mempelajari ajaran Kristen dengan baik. "Aku tahu, aku bukan orang yang baik," kata dia.

Meninggalkan sejenak kegundahannya, Lynette kembali menjalani aktivitas rutin. Seperti biasa, ia rapikan buku-buku anak-anak yang tergeletak dalam kelas. Sebelum merapikan buku itu, sejenak ia baca buku-buku tersebut. Ia menyadari isi dari buku tersebut begitu masuk akal. Banyak pertanyaan dalam dirinya terjawab. Ia menjadi begitu antusias membahas tentang ajaran Islam.

"Saya merasa telah menemukan apa yang saya cari," ungkapnya, seperti dilansir islamreligion.com. Ia mulai membaca Alquran. Usai membacanya, ia merasa bagaimana bisa kitab suci Alquran ini berasal dari Allah. Namun, semakin membaca ia mulai mengetahui jawabannya. "Alquran seolah dibuat untuk saya. Aku tak berhenti menangis," kata dia haru.

Setelah berbulan-bulan membaca dan berdiskusi, ia berpikir untuk menjadi muslim. Namun, ia belum terbiasa untuk berdoa secara langsung kepada Tuhan. Selama ini ia selalu berdoa kepada Tuhan melalui perantara. Keraguan itu mulai ditepisnya dengan ketakutan terhadap azab Tuhan.

Ia menangis. Karena yang ia butuhkan adalah Islam. "Pada waktu itu saya harus masuk Islam tidak ada keraguan lagi dari ajarannya," kata dia. Setelah mengucapkan syahadat, ia seolah lahir kembali. "Aku begitu dekat dengan Tuhan, dan Alhamdullilah, saya sangat beruntung," ucapnya.

Sumber: Republika Online- Dewi Mardiani-Agung Sasongko

Jamaah Haji Indonesia yang Wafat Menjadi 319 Orang

Hingga Selasa (6/11) siang, jamaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi sudah mencapai 319 orang.
Sebanyak 264 jamaah haji wafat di Tanah Suci, Makkah. Sisanya, 19 orang wafat di Madi
nah, 3 orang meninggal di Jeddah, 6 orang wafat di Arafah, 24 orang tutup usia di Mina, 3 orang di perjalanan.


Dari 309 jamaah haji yang wafat, sebanyak 175 di antaranya berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan perempuan sebanyak 134 orang.

Sebanyak 200 jamaah yang wafat berusia di atas 60 tahun. Sedangkan, yang berusia antara 50 hingga 59 tahun mencapai 82 orang. Sisanya jamaah yang berusia 40-49 tahun sebanyak 25 orang dan yang berusia kurang dari 40 tahun sebanyak dua orang.

Sebagian besar jamaah haji wafat saat dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI), yakni mencapai 116 orang. Sebanyak 59 wafat di Rumah Sakit Arab Saudi, 89 orang wafat di pemondokan, 19 orang di perjalanan, tiga di bandara, 13 di BPHI Sektor, dan 10 jamaah wafat di Masjid.

185 jamaah wafat karena mengalami penyakit sistem pernafasan, yakni terkena serangan jantung. Sedangkan, 88 jamaah meninggal akibat penyakit sistem pernafasan.

Sumber: Sinhat-Haji Kemenag.(MCH/tengku ben)

Menyiasati Air Minum Selama di Tanah Suci

Di mana pun di Arab Saudi, air keran tidak aman untuk diminum. Air tersebut mengandung payau yang berasal dari lubang-lubang hasil pengeboran dan dibawa ke hotel-hotel dengan tangki-tangki. Air itu disimpan dalam sebuah tangki yang besar di atas hotel.

Di Arab Saudi, air minum harus dibeli dalam bentuk air kemasan dalam botol. Namun, bagaimanapun, air Zamzam tersedia gratis di Makkah dan di Madinah. Ini merupakan kesempatan bagi kita untuk meminum air Zamzam yang sangat bermanfaat itu sebanyak mungkin.

Jeriken-jeriken plastik dapat dengan mudah didapat serta bisa diisi dengan air Zamzam dan dibawa ke kamar. Teh dan kopi juga dapat dibuat menggunakan air Zamzam.

Air Zamzam hanya untuk minum (bukan untuk keperluan lainnya). Jangan membuat minuman teh atau kopi dengan menggunakan air Zamzam. Hal ini untuk menghormati air Zamzam.

Karena kondisi cuaca yang panas, penting bagi jemaah untuk banyak meminum air. Selama kondisi panas, pelepasan urine berkurang. Tubuh menghemat air sehingga urine (air seni)menjadi pekat. Tidaklah baik melepaskan urine yang terlalu pekat. Minumlah cukup banyak air sehingga urine menjadi jernih. Melepaskan urine yang jemih mengindikasikan hidrasi yang baik.

Es yang tersedia kadang kala tidak berkualitas baik. Orang-orang yang sembrono membuat es dari air payau atau dari campuran air payau dengan air minum untuk menghemat biaya. Hal ini dapat menyebabkan air payau mengontaminasi air minum dalam kemasan atau air Zamzam.

Meminum air payau dapat mengakibatkan sakit tenggorokan, keram perut, dan batuk. Hal ini diakibatkan iritasi pada tenggorokan. Jemaah sering meminum antibiotik karena menyangka sakit tenggorokannya disebabkan oleh infeksi.

Sebaiknya anda meminum air Zamzam langsung dari sumurnya di Haram al Syarif atau mengambilnya dari keran-keran yang tersedia di luar Haram al Syarif dan menampungnya dalam wadah-wadah air.
Air Zamzam yang tersedia di wadah-wadah penampungan di Haram al Syarif didinginkan di ruangan pendingin. Air Zamzam di sana tidak dicampur dengan es.

Di kelompok penampung air Zamzam terdapat satu penampungan yang tidak didinginkan. Tulisan Arab pada penampung mengindikasikan mana penampung air Zamzam yang tidak didinginkan. Jemaah yang tidak menginginkan air Zamzam dingin dapat mengambil air Zamzam dari penampung tersebut
taufik rachman/ hannan putra

Sumber: Republika

Haji Dalam Kilasan Sejarah

Setiap tahun puluhan juta umatIslam mendambakan dirinya pergi ke Tanah Suci (Makkah) untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan, saat ini sekitar empat hingga lima juta umat Islam dari berbagai negara di dunia sedang bersiap diri melaksanakan ibadah haji. 

Pelaksanaan ibadah haji telah diperintahkan oleh Allah SWT sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Dan, ibadah haji merupakan sebuah perjalanan ritual dalam menghayati hakikat hidup dan keimanan kepada Allah SWT. Demikian dikemukakan intelektual Muslim asal Iran, Ali Syariati, dalam bukunya, Al-Hajj.

Menurut Ali Syariati, ibadah haji adalah sebuah demonstrasi simbolis dari falsafah penciptaan Adam. Gambaran selanjutnya adalah sebuah pertunjukan akbar tentang hakikat penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi islam, dan ummah.

“Allah adalah sutradaranya. Sedangkan, skenario atau temanya adalah tentang perbuatan orang-orang yang terlibat dan para tokoh utamanya adalah Adam, Ibrahim, Siti Hajar, Ismail, dan iblis. Adapun lokasinya di Masjidil Haram (Ka’bah), Mas’a (tempat sai), Arafah, Masy’ar, dan Mina. Simbolnya adalah Ka’bah, Safa, Marwa, siang, malam, matahari terbit, matahari tenggelam, berhala, dan upacara kurban. Pakaiannya adalah ihram dan aktor dari peran-peran dalam pertunjukan itu adalah umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji,” kata Ali Syariati.

Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur mengenai ibadah haji dan umrah, pelaksanaan ibadah haji telah disyariatkan sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Adapun tata cara ibadah haji yang disyariatkan kepada para nabi dan rasul itu umumnya lebih banyak berkisar pada pelaksanaan tawaf atau mengelilingi Ka’bah. Berikut sejumlah tata cara ibadah haji yang dilaksanakan sejak zaman Nabi Adam AS hingga sekarang ini.

Nabi Adam AS

Setelah beberapa waktu sejak diturunkan ke bumi, Nabi Adam diperintahkan oleh Allah SWT pergi ke Baitullah di Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Menurut sejumlah riwayat, Ka’bah dibangun oleh para malaikat. Dan selama lebih dari 2.000 tahun, malaikat sudah melaksanakan tawaf (mengelilingi Ka’bah). Nabi Adam AS kemudian mengikuti apa yang dilakukan malaikat.

Ka’bah awalnya telah dibangun oleh malaikat. Kemudian, Nabi Adam AS diperintahkan untuk membangun kembali Ka’bah. “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia ialah Baitullah di Bakkah (Makkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3]: 96).

Nabi Hud dan Saleh

Para nabi setelah Adam AS juga melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Ibnu Katsir dalam kitabnya, Bidayah wa an-Nihayah, menyebutkan sebuah riwayat Imam Ahmad bin Hanbal ra, Ibnu Abbas ra berkata, “Ketika Nabi SAW sedang lewat di Lembah Usfan pada waktu berhaji, beliau berkata, ‘Wahai Abu Bakar, lembah apakah ini?’ Abu Bakar menjawab, ‘Lembah Usfan.’ Nabi Bersabda, ‘Hud dan Saleh AS pernah melewati tempat ini dengan mengendarai unta-unta muda yang tali kekangnya dari anyaman serabut. Sarung mereka adalah jubah dan baju mereka adalah pakaian bergaris. Mereka mengucapkan talbiyah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah’.”

Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS

“Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu menyekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang bertawaf dan orang-orang yang beribadah, dan orang yang ruku dan sujud. Dan, serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan’.” (QS al-Hajj [22]: 26-28).

Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT untuk mengajak umat manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah. Selanjutnya, nabi-nabi lainnya mengerjakan hal serupa.

Nabi Muhammad SAW

Ibadah haji disyariatkan pertama kali pada tahun keenam Hijriah. Sedangkan, Nabi Muhammad SAW melaksanakan ibadah haji pada tahun kesembilan Hijriah.

Banyak ayat Alquran yang memerintahkan Nabi SAW dan umat Islam untuk melaksanakan haji, sebagaimana tuntunan Allah dalam Alquran (QS 3: 97, 22: 27, 2: 196, 9: 2-3, 9: 17, 9: 28, dan 22: 27).

Adapun tuntunan yang mesti dilaksanakan adalah tawaf (QS 22: 29 dan 2: 125), sai antara Safa dan Marwa (QS 2: 158), wukuf (QS 85: 3, 89: 2, dan 2: 198-199), berkurban (QS 89: 2, 22: 28, dan 22: 36), dan tahalul atau mencukur rambut (QS 48: 27, 2: 196, dan 22: 29).

Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka, barang siapa yang beribadah haji. (syahruddin el fikrie)

Pemerintah Rancang Kloter Khusus Lansia

Untuk mempermudah layanan terhadap jamaah calon haji lanjut usia (lansia), pemerintah mempertimbangkan adanya kloter khusus untuk lansia.

Menurut Muh Ilyas, Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Makkah, sesuai evaluasi pasca-Armina bersama Menteri Agama Suryadharma Ali, untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun mendatang, jamaah lansia tetap menjadi prioritas

dengan memberikan kuota lebih awal untuk mereka.

"Ada wacana untuk mengelompokkan para jamaah lansia itu dalam satu kloter khusus," ujar Ilyas saat ditemui di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Makkah, Jumat (2/11). Ilyas mengatakan, jika kloter khusus ini akan diterapkan nantinya para jamaah calhaj lansia ini akan dikelompokkan dari setiap embarkasi.

"Memang membutuhkan teknis dan mekanisme tersendiri untuk mengumpulkan para jamaah ini," kata Ilyas. Hanya, lanjutnya, kendala yang akan muncul adalah mereka akan terpisah dari keluarga yang menyertai, terutama jika mereka tergabung dengan KBIH. Menurut Ilyas, pihaknya akan mempertimbangkan agar para jamaah lansia itu tetap disertai pendampingnya. "Mereka tidak akan dibiarkan sendiri," papar Ilyas.

Bagi dia, pengelompokan ini memang ada dampak positif dari sisi layanan karena memudahkan pemantauan pada jamaah lansia. "Namun perlu persiapan tenaga khusus untuk melayani jamaah lansia," kata dia.

Sumber: Republika Online-Dewi Mardiani-Endah Hapsari

Hakikat Melontar Jamarat

Mabit atau bermalam di Muzdalifah memberikan kesempatan kepada jamaah haji untuk beristirahat guna memulihkan tenaga. Kondisi badan yang fit sangat diperlukan sebab rangkaian kegiatan ibadah haji keesokan harinya sangat berat, yaitu melempar jumrah Aqabah di Mina.

Melempar jumrah adalah simbol perlawanan terhadap setan. Karena melawan setan tidak semudah membalik telapak

tangan, kita membutuhkan stamina dan kekuatan yang sangat besar untuk mengalahkannya. Karena itulah, sebelum melaksanakan ibadah apa pun kondisi tubuh kita harus sehat dan kuat.

Hikmah yang bisa kita petik dari kegiatan mabit di Muzdalifah adalah bahwa untuk dapat menjalankan ibadah secara baik kita harus menjaga kondisi fisik agar tetap prima. Karena itu, penulis akan menyediakan ruang tersendiri untuk membahas tentang persiapan apa saja yang harus dilakukan agar kesehatan fisik dan mental tetap terjaga.

Melempar jumrah adalah simbol perlawanan manusia terhadap setan. Manusia harus melakukan perlawanan kepada setan karena mereka selalu berupaya menyesatkan manusia dari jalan kebenaran dan menjauhkan mereka dari jalan Allah SWT. Melempar jumrah adalah simbol keteladanan Hajar yang menunjukkan sikap permu terhadap setan.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa sewaktu Ibrahim membawa Ismail untuk disembelih, setan membujuk Hajar agar menghentikan langkah suaminya itu. Sebagi seorang ibu, menurut setan, Hajar tidak akan sampai hati mengetahui buah hatinya dikorbankan. Perkiraan setan ternyata meleset. Bukannya menuruti bisikan setan, Hajar malah mengambil batu dan melemparinya berkali-kali.

Dalam ibadah haji, melempar jumrah tidak hanya dilakukan dalam satu hari melainkan tiga atau empat hari. Ini menunjukkan perintah Allah yang sangat tegas agar manusia benar-benar memusuhi setan dan tidak bersekutu dengannya. Panji-panji harus terus dikibarkan dan genderang perang melawan setan harus terus ditabuh.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu). Sesungguhnya setan- setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir ayat 6).

Orang yang mengharapkan kebahagiaan di dunia dan akhirat harus bisa menyelami sekaligus mempraktikkan makna dan nilai-nilai melempar jumrah, yaitu memusuhi setan hingga kapan pun. Setiap muslim terutama para jamaah haji yang telah pulang dari Tanah Suci harus mencontoh sikap Hajar dalam memerangi setan, sebab hanya dengan cara itulah kita akan sampai pada ridha Allah SWT.


Sumber: Republika Online-Panduan Super Lengkap Haji & Umrah, Oleh Aguk Irawan MN - Dewi Mardiani- Hannan Putra

Seorang jamaah haji melempar jumrah, yakni melempar batu pada pilar yang melambangkan setan di Mina dekat kota suci Makkah, Jumat (26/10). (Hassan Ammar/AP)

Apa Setelah Haji Mabrur?

Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA

Mampu melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci dan kembali dalam keadaan sehat wal afiyat merupakan dambaan dan cita-cita setiap kaum muslim.


Haji merupakan ibadah yang meniscayakan terkumpulnya tiga perkara: kecukupan dana, kesehatan jasmani dan rohani: serta tersedianya waktu/ kesempatan/momentum. Sehingga ketiga-tiganya hendaknya dipelihara dengan baik sejak dari masa keberangkatan hingga kepulangan.

Berbahagialah para jamaah haji yang dapat melaksanakan rukun Islam kelima dengan lancar dan khusu'. Selamat! Anda telah meraih haji mabrur, sehingga Allah SWT pada saatnya nanti insyaallah akan memenuhi janji-Nya dengan memberikan balasan berupa surga.

Namun, mabrurnya ibadah haji sesungguhnya bukan hanya terletak pada pelaksanaan, melainkan juga masa-masa sesudah pelaksanaan. Apakah konsistensi dalam beribadah, berdoa, dan bertawakal selama haji masih dilakukan pada saat pulang ke Tanah Suci?

Apakah hikmah yang didapatkan dalam ibadah haji memberikan pengaruf positif bagi ibadah-ibadah lainnya? Apakah pelaksanaan rukun Islam yang terakhir ini menjadikan jamaah semakin khusyuk dan paripurna dalam amal ibadah lainnya?

Secara umum, kualitas kemabruran haji dapat dinilai dalam beberapa hal. Pertama, konsistensi dalam memelihara niat yang baik dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. Niat baik ini sama dengan niat haji yang semata-mata dilakukan karena Allah SWT dan bukan karena manusia. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat." (HR. Bukhari-Muslim).

Kedua, konsistensi memelihara diri dalam kesucian (ketakwaan) dan ketegaran. Dua pilar ini merupakan hasil yang didapatkan para hujjah setelah melakukan sa’i yang senantiasa dimulai dari Shafa (berarti kesucian) dan Marwa (ketegaran). Allah SWT berfirman, "Sungguh, Shafa dan Marwa merupakan sebagian dari syiar Allah." (QS. Al-Baqarah: 158).

Ketiga, konsistensi berada dalam lingkaran tauhid dan lingkaran ketuhanan dalam menjalani kehidupan. Sikap ini merupakan falsafah thawaf yang senantiasa berlomba-lomba berada dalam lingkaran ketuhanan bersama orang-orang saleh dan menyegerakan diri dalam kebajikan (QS. Al Hajj: 26).

Keempat, memiliki kemampuan yang besar dalam menjauhkan diri dari perbuatan buruk dan tercela, tidak mengulangi keburukan masa lalu karena hal tersebut merupakan salah satu tanda ibadah hajinya diterima Allah SWT (QS. Al-Maidah: 93).

Kelima, memiliki kemampuan yang besar untuk lebih zuhud dalam urusan dunia dan senantiasa mengharap kepada Allah dalam urusan akhirat. Hal yang sama telah dilakukan sepanjang perjalanan menuju medan haji, di medan haji dan proses kepulangannya ke Tanah Air. Allah SWT berfirman, "Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ihlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama." (QS. Al-Bayyinah: 5).

Keenam, memiliki kemauan yang besar untuk lebih banyak memberi dan berbagi kepada karib kerabat dan masyarakat sekitar.

Hal tersebut karena disunahkan bagi yang selesai menjalankan ibadah haji antara lain: untuk memberi tahu jadwal kedatangan, memberikan hadiah kepada anak-anak dan kerabat, shalat dua rakaat di masjid sebelum tiba di rumah, menerima doa dan mendoakan karib kerabat serta tetangga yang mengunjunginya, dan banyak membantu kaum fakir-miskin. Wallahu a'lam.

Sumber: Republika Online-Chairul Akhmad